
PortalBanten – Ancaman melonjaknya jumlah Anak Tidak Sekolah (ATS) di Provinsi Banten kian nyata. Puluhan ribu lulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di provinsi ini belum tertampung di jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA) sederajat, baik negeri maupun swasta, meski pemerintah telah menggalakkan program sekolah gratis.
Situasi ini berpotensi menambah daftar Lulus Tidak Melanjutkan (LTM) pada Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI. Data resmi tahun 2024 mencatat, sebanyak 27.702 anak di Banten tidak melanjutkan pendidikan dari SMP ke SMA atau sederajat.
Departemen Pengembangan dan Pemberdayaan Aparatur PB Pelajar Islam Indonesia (PII), Ichsanuddin, menyoroti kondisi ini sebagai krisis yang harus segera ditangani.
“Dinas Pendidikan Provinsi Banten harus mengerti bahwa setiap anak pasti ingin melanjutkan sekolah. Tinggal programnya yang harus disesuaikan, jangan sampai muncul lagi angka baru bagi mereka yang tidak bisa melanjutkan karena keterbatasan yang terjadi,” ungkapnya, Selasa 17 Juni 2025.
Upaya konfirmasi kepada Dinas Pendidikan Provinsi Banten telah dilakukan, namun hingga berita ini tayang belum ada tanggapan resmi, juga sempat mendatangi kantor Dindik Provinsi Banten, namun tidak menemukan pejabat terkait karena sedang melaksanakan dinas luar di Tangerang.
Ichsan juga menekankan pentingnya perhatian pada sekolah swasta dan pondok pesantren yang tidak tercover program sekolah gratis dari pemerintah. Menurutnya, daya tampung sekolah-sekolah tersebut harus menjadi bagian dari perencanaan pendidikan yang inklusif.
“Harus dilihat juga keterbatasan baik dari sisi finansial dan lain sebagainya. Toh selama ini sekolah memang gratis kan? Tapi harus dilihat juga, jika mereka terpaksa bersekolah ke swasta, tanggung jawab pemerintah seperti apa agar tidak muncul angka putus sekolah,” tegasnya.
Menurut Ichsan, ancaman putus sekolah di Banten bukan lagi sekadar potensi. Data menunjukkan, lebih dari 10 ribu siswa mengalami drop out pada 2024. Penyebab utamanya masih sama: masalah ekonomi.
“Kita telaah lagi, kebanyakan dari mereka yang drop out atau putus sekolah ini tentu karena ekonomi. Faktor ini yang menjadi tanggung jawab pemerintah. Bukan hanya sekolah gratis, tapi juga operasional penunjang seperti buku, tas dan lain-lain sebenarnya yang juga tidak luput dari perhatian,” paparnya.
Lebih lanjut, Ichsan mengingatkan bahwa pendidikan adalah hak dasar anak yang sudah dijamin oleh konstitusi dan konvensi internasional.
“Pendidikan adalah hal untuk anak yang dilindungi oleh Undang-Undang 1945 yang juga dikonvensikan dalam Hak Anak. Pemerintah wajib memenuhi itu,” tandasnya.